Asap Rayu menuju Komandan Semesta
Rp 44.000
Penerbit: PT Binarcita Cipta Pratama
Penulis: Marsya Alysya Kusumadhani, dkk
Penyunting: Yuli
Tata letak: Tama
Desain sampul: Tama
Cetakan pertama, Desember 2024
viii + 59 hlm; 14x20 cm
BSBN: BINAR-22-12-2024-FIC-001
Jilid: Softcover
Penulis: Marsya Alysya Kusumadhani, dkk
Penyunting: Yuli
Tata letak: Tama
Desain sampul: Tama
Cetakan pertama, Desember 2024
viii + 59 hlm; 14x20 cm
BSBN: BINAR-22-12-2024-FIC-001
Jilid: Softcover
Blurb
Bergetar dalam cengkeraman malam, antologi puisi ini menautkan jiwa manusia dengan semesta dalam harmoni yang subtil, namun menggema. Asap Rayu menuju Komandan Semesta adalah gugusan kata yang menyelami palung terdalam hati, membingkai kerinduan kepada Sang Penggenggam Abadi dalam lekuk-lekuk bait yang lirih dan puitis.
Marsya Alysya Kusumadhani, melalui puisi utamanya, menghadirkan sebuah tahajud sunyi yang menjelma seruan abadi menuju pengampunan. Sementara itu, penulis-penulis lain menambahkan warna yang beraneka rupa, dari dialog lembut dengan alam dalam “Daun di Suara Pelukan Angin” hingga persembahan cinta tanpa syarat dalam “Untukmu, Cahaya”. Setiap larik menjadi ruang meditasi yang menuntun pembaca pada refleksi, introspeksi, dan perenungan tanpa akhir.
Antologi ini adalah elegi bagi mereka yang mencari makna, sebuah perjalanan lirih menuju ketenangan yang hanya dapat ditemukan dalam pelukan keabadian. Bacalah dengan hati, karena di balik setiap bait, terselip jejak cahaya yang akan menuntun Anda pada hakikat keagungan jiwa.
Bergetar dalam cengkeraman malam, antologi puisi ini menautkan jiwa manusia dengan semesta dalam harmoni yang subtil, namun menggema. Asap Rayu menuju Komandan Semesta adalah gugusan kata yang menyelami palung terdalam hati, membingkai kerinduan kepada Sang Penggenggam Abadi dalam lekuk-lekuk bait yang lirih dan puitis.
Marsya Alysya Kusumadhani, melalui puisi utamanya, menghadirkan sebuah tahajud sunyi yang menjelma seruan abadi menuju pengampunan. Sementara itu, penulis-penulis lain menambahkan warna yang beraneka rupa, dari dialog lembut dengan alam dalam “Daun di Suara Pelukan Angin” hingga persembahan cinta tanpa syarat dalam “Untukmu, Cahaya”. Setiap larik menjadi ruang meditasi yang menuntun pembaca pada refleksi, introspeksi, dan perenungan tanpa akhir.
Antologi ini adalah elegi bagi mereka yang mencari makna, sebuah perjalanan lirih menuju ketenangan yang hanya dapat ditemukan dalam pelukan keabadian. Bacalah dengan hati, karena di balik setiap bait, terselip jejak cahaya yang akan menuntun Anda pada hakikat keagungan jiwa.
Diskusi